"Sangkan Paraning Dumadi’ yang secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu ungkapan filosofi "asal dan tujuan manusia" sudah lama menjadi suatu kalimat yang menggelitik saya dan sering membuat saya mendadak berhenti dalam saat-saat tertentu kehidupan saya, bukan lagi untuk memperkenalnya namun mengenalnya lebih jauh dengan keinginan untuk mengetahui sekaligus menerapkan apa sebenarnya makna terdalamnya dan darimana Wong Jowo mengenal ungkapan nan indah itu. Kesempatan untuk lebih jauh menelusuri "Sangkan Paraning Dumadi" pun kemudian mencuat kembali di akhir abad ke-20 ketika huru-hara melanda Negeri Indonesia yang katanya terkenal ramah tamah ini. Simbol-simbol keramahtamahan itu tiba-tiba berantakan begitu saja di bawah asap dan api yang menggelora, membumi hanguskan Jakarta dan Indonesia. Zaman huru-hara dimulai (lagi), peribahasa Sangkan Paraning Dumadi tiba-tiba teraktualisasikan kembali melalui firman Kun fa Yakuun karena di saat yang sama saya pun sedang menelusuri makna firman Tuhan yang tercantum dalam QS 36:82 itu, yang menyembunyikan rahasia terselubung dari kemanusiaan dan kemukminan saya sebagai penganut Agama Islam.

Apa sebenarnya arti Sangkan Paraning Dumadi yang secara harfiah umumnya kita pahami sebagai "Asal dan Tujuan Manusia"? Cukup sulit juga saya mencari literatur tentang filsafat Jawa yang bagus yang menjelaskan makna kalimat sakral tersebut. Umumnya, berbagai pengetahuan tentang filsafat Jawa hanya sepintas-sepintas saja saya ketahui dari buku Koentjaraninggrat, antropolog terkenal Indonesia yang menulis buku tentang mentalitas bangsa Indonesia yang dulu pernah menjadi pegangan pelajaran etika di Perguruan Tinggi. Setelah beberapa waktu, akhirnya saya menemukan buku kecil yang cukup ringkas yang menjelaskan filsafat Jawa lengkap dengan huruf-hurufnya yang bagi saya mulai terlihat ajaib.
Terus terang kesan ajaib itu muncul setelah risalah Kun fa Yakuun selesai di tulis dan sedang dalam renovasi untuk diubah menjadi 4 buku dan 1 buku puisi. Entah kenapa Buku Pertama dari Kun Fa Yakuun saya beri sub-judul "Sangkan Paraning Dumadi" sebagai titik tolak penguraian "Kun fa Yakuun". Keduanya nampaknya saling bersanding kalau tidak malah suatu keniscayaan bahwa ungkapan filosofis "Sang Paraning Dumadi" dan firman "Kun fa Yakuun" bersumber pada satu sumber mata air yang sama, yang dulu di zaman Yunani juga pernah diungkapkan sebagai "Que Sera-sera" yang jadi kata pembuka lembaran tesis sarjana saya dulu.

Ungkapan-ungkapan metaforis filosofis masa kini yang kita kenal, memang sejatinya banyak yang berasal dari ujar-ujar kaum filsuf Yunani. Sebagai contoh, ungkapan "Telur dan ayam mana duluan?" yang sering membuat orang senewen berasal dari zaman Aristoteles yang menjalar sepanjang zaman yang sejatinya berkaitan dengan titik tolak penciptan makhluk. Demikian juga, "segalanya mengalir" atau "Pantha Rei", "dari titik menjadi garis", dan lain sebagainya banyak berasal dari kajian-kajian filosofis masa lalu yang mungkin hanya dikenal oleh anak-anak yang belajar filsafat saja. Yunani dulu terkenal sebagai Kerajaan Pikiran yang pernah ada di Planet Bumi dengan tokoh-tokohnya yang terkenal seperti Thales, Phytagoras, Socrates, Plato, Aristoteles, Plotinus, dan di masa akhir kejayaannya terdapat seorang wanita legendaris dari Aleksandria Mesir yang menjadi Guru Neoplatonis dan ahli matematika di Perpustakaan Aleksandria, yang mati dengan tragis karena kedengkian suatu kaum kepada kaum lainnya yaitu Hiphatya (370-415 M). Membaca riwayat Hiphatya di Internet seperti membaca kisah-kisah klasik masa lalu, dimana peran wanita meskipun termasuk kalangan yang tertindas sesungguhnya memiliki signifikansi yang erat dalam sejarah peradaban manusia sebagai tokoh-tokoh perubahan zaman yang seringkali nasibnya lebih tragis ketimbang tokoh laki-laki semisal Socrates yang mati diracun atau Galileo yang di hukum mati oleh Gereja. Hiphatya disergap di rumahnya, dibunuh dan jasadnya dikuliti dengan kulit kerang untuk kemudian dibakar oleh para pengikut pendeta Cyril yang disebut oleh pengikutnya sebagai Orang Suci. Kisah tragis Hiphatya terjadi di sekitar abad ke-5 Masehi karena rasionalitas yang diajarkan Hiphatya disebutkannya sebagai ilmu sihir yang dapat menggerogoti kekuasaan Gereja saat itu.
Hiphatya dari Aleksandria 370-415 M

Di Indonesia, kita mengenal RA Kartini yang akhirnya dibelenggu oleh Belanda dengan selubung keningratan dan perkawinannya sampai buah pikirnya muncul menjadi suatu kisah seorang wanita yang menjadi tanda perubahan zaman "Habis Gelap Terbitlah Terang" menjadi tulisannya yang mempengaruhi pergerakan kaum wanita Indonesia di masa mendatang. Meskipun gema dari semangatnya yang ingin mengangkat derajat wanita dengan pendidikan masih terdengar sampai hari ini (saya menulis risalah ini menjelang 21 Mei 2006 sebagai Hari Hartini), namun gema itu terdengar sayup-sayup saja yang masih kita ingat ketika kita melihat anak-anak sekolah memakai kebaya, baju bodo, atau baju-baju daerah lainnya. Begitulah yang kita lakukan sejak SD ketika Hari Kartini tiba.
Kini, gagasan Kartini telah lama ditunggangi oleh niat-niat busuk yang mengarahkan pengertian kewanitaan kearah bias jender yang mengarah pada penurunan derajat wanita itu sediri ketika jenderisme disandingkan dengan kebebasan tanpa tujuan yang jelas, kecuali hanya semata-mata kesenangan dan hedonisme keakuan belaka yang diselubungi kapitalisme dunia hiburan. Niat Kartini untuk mengangkat derajat kaum wanita dari kegelapan pun melenceng sedikit demi sedikit, dijadikan ajang permainan kata-kata, semantik, dan politik dan tentu saja lumayan untuk mengangkat popularitas. Kartini-kartini lain, yang masih mengikuti ajaran RA Kartini, mungkin masih ada dan tersembunyi karena memang tidak membutuhkan wira-wiri dunia hiburan maupun popularitas media yang mutunya makin melorot kalau dibandingkan media zaman Raden Djoko Mono dulu, karena saat ini media massa bukan lagi menjadi media penerang rakyat, tetapi sebagai ajang media kepentingan pribadi yang diburu-buru para investor yang memutar-mutar uangnya.
Mengingat tokoh wanita seperti Hiphatya dan RA Kartini, saya pun kembali teringat Ibu saya sebagai manifestasi Al-Rahmaan al-Rahiim, yang melimpahkan kasih sayang dan ampunan, dan bisa jadi menjadi penghukum bagi anak-anak yang durhaka. Ibu Pertiwi pun demikian juga, ketika anak-anak yang hidup di buminya mulai melenceng dan menjadi anak-anak durhaka, iapun mulai jengah, gelisah, menahan amarah, dan akhirnya menjadi amarah yang nyata dengan memperlihatkan karakter aslinya sebagai Ibu Pertiwi Bumi Indonesia yang sebenarnya berdiri di atas lempeng tektonik benua-benua yang tidak diam tetapi bergerak secara periodik. (Lihat gambar lihat Indonesia The Heart Of Allah)

Indonesia dengan posisi geografis diantara 90 derajat sampai 150 derajat Bujur Timur dan diantara 10 derajat Lintang Utara sampai 10 derajat Lintang Selatan adalah jantung Planet Earth atau The Hearth Of Allah yang menciptakan Planet Earth sebagai tempat menifestasinya bahwa Dia Maha Hidup dan Maha Mematikan, namun Dia juga Rabbul ‘Aalamin, yang menciptakan, memelihara dan mendidik semua makhluk-Nya dengan berbagai fenomena dan peristiwa yang kemudian diungkapkan dari zaman ke zaman menjadi legenda-legenda, kisah-kisah, ilmu pengetahuan dan Realitas The Matrix yang sebenarnya dimana bit-bit dijital dengan basis biner aau huruf "Ba" berdenyut dan bergetar, bergerak dan menyusun gambaran realitas baru yang lebih cepat ditransmisikan, diubah semau kita, dan digunakan sebagai fondasi masa depan peradaban manusia sebagai Abad Tauhid Base Society atau Knowledge Base Society.
Dengan posisi Indonesia (dari lokasi bujur diperoleh 90+150=240 atau 24X10) yang mencitrakan arti sebagai kelahiran Cahaya Pengetahuan Tuhan pertama kali maka sungguh elok bahwa surat ke-24 (dengan 64 ayat sebagai matriks papan catur 8x8=64) sebagai surat an-Nuur dalam kitab wahyu Al Qur’an berfirman tentang bagaimana Pesan-pesan Tuhan pertama kali dipahami dan diturunkan sebagai cahaya yang menerangi kegelapan akal pikiran dan jiwa manusia dengan penegasan yang kemudian dinyatakan dengan 47 huruf yang menjadi ciri Kepribadian Manusia yang beriman sebagai sebagai al-Mukminun.
Relasi antara QS 24:1 dan QS 23:1 pun muncul sebagai suatu ungkapan Wahyu dalam al-Qur’an yang secara terselubung, dengan semantik logis yang indah dan pasti mengaitkan makna tersembunyi Indonesia yang memiliki nama dengan al-Jumal bahasa Arab 175 (Alif(1), Nun(50), Dal(1), Nun(50), Sin(60), Ya(10) dengan rahasia Penciptaan terselubung sebagai huruf ‘Ain(70) yang mengiringi Alif sehingga nilai totalnya adalah 175+70=245=49X5) dengan asal-usul seluruh ajaran agama di dunia dan berarti sebagai sumber asal dari semua pengetahuan manusia yang saat ini kita kenal sebagai ilmu pengetahuan apapun juga dengan basis simbol, geometri, bilangan, dan abjad/alfabet.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Perkenalkan nama saya zull fikar. Dan saya ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH JONOSEUH atas bantuannya selama ini dan saya tidak menyanka kalau saya sudah bisa sukses dan ini semua berkat bantuan MBAH JONOSEUH,selama ini, saya yang dulunya bukan siapa-siapa bahkan saya juga selalu dihina orang2 dan alhamdulillah kini sekaran saya sudah punya usaha Restoran sendiri,itu semua atas bantuan beliau.Saya sangat berterimakasih banyak kepada MBAH JONOSEUH atas bantuan nomor togel dan dana ghaibnya, dan saya yang dulunya pakum karna masalah faktor ekonomi dan kini kami sekeluarga sudah sangat serba berkecukupan dan tidak pernah lagi hutang sana sini,,bagi anda yang punya masalah keuangan jadi jangan ragu-ragu untuk menghubungi MBAH JONOSEUH karna beliau akan membantu semua masalah anda dan baru kali ini juga saya mendaptkan para normal yang sangat hebat dan benar-benar terbukti nyata,ini bukan hanya sekedar cerita atau rekayasa tapi inilah kisah nyata yang benar-benar nyata dari saya dan bagi anda yg ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH JONOSEU di 0823 4444 5588 dan ingat kesempatan tidak akan datang untuk yang ke 2 kalinya terimah kasih..

Posting Komentar